Lagi-lagi Kubu Jokowi Tunjukkan Sinyal Anti Islam, Ini Isi Surat Romo Magnis Pembenci Prabowo
Kamis, 03 Juli 2014 | 12:09
"Surat terbuka tersebut dapat memicu kecurigaan antarumat beragama. Tidak baik seorang Romo yang dihormati jamaatnya justru memprovokasi sesama umat saling membenci," ujar profesor pemikiran Islam dan dosen perbandingan agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Siswanto Masruri, Rabu (2/7).
Dalam surat terbukanya, Romo Magnis mengkhawatirkan kalau Prabowo terpilih menjadi presiden akan disandera oleh kepentingan kelompok Islam garis keras. Ia juga mengungkapkan terjadinya kerusuhan antarumat beragama jika Probowo menang pemilu.
"Ini menunjukkan Romo Magnis sangat fobia dengan Islam. Islam itu rahmat bagi alam bukan ancaman bagi yang lain. Islam itu artinya damai, bagaimana mungkin seorang Romo terdidik bisa terjebak pada istilah Islam garis keras?" ujarnya.
Siswanto menilai, Romo Magnis lupa kalau pada era Megawati Sukarnoputri justru banyak konflik kekerasan berbasis agama. Seperti yang terjadi di Ambon, Maluku dan Poso.
Namun, pada era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), konflik tersebut mulai mereda. "Apa mampu Jokowi mengatasi konflik agama yang sewaktu-waktu bisa terjadi? Bisa jadi Islam garis keras yang dituduh Romo Magnis justru akan lebih liar kalau presidennya Jokowi. Kalau sudah demikian, siapa lagi yang bisa meredam kelompok garis keras atau komunis, selain TNI," ungkapnya.
Menurut Siswanto, konflik antaragama hanya bisa diselesaikan dengan dialog tanpa prasangka buruk untuk menebar kebencian dan permusuhan.
"Yang saya amati dari Prabowo, pentingnya menebarkan perdamaian. Baginya satu musuh terlalu banyak, seribu kawan terlalu sedikit. Harmoni dalam keberagaman keyakinan hanya bisa terwujud dengan dialog bukan saling menuding dan curiga," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan MUI Pusat, KH. Muhyidin Djunaidi, menyatakan surat terbuka Romo Frans Magnis Suseno terkait capres nomor urut satu, Prabowo Subianto, bersifat tendensius dan provokatif.
"Saya melihat pernyataan beliau sangat tendensius, provokatif dan cenderung berpihak kepada capres tertentu," ujar Muhyidin saat dihubungi Republika, Rabu (2/7) siang.
Di alam demokrasi ini, pihak-pihak manapun yang mendukung capres-cawapres tertentu harus diterima, jangan lantas dicap sebagai kelompok Islam garis keras.
Menurut Muhyidin, Islam hanya ada satu, yaitu Islam yang 'Rahmatan lil Alamin'. Jadi, tidak ada pembagian Islam menjadi Islam garis keras, Islam garis lunak atau Islam radikal.
"Saya tidak kaget dengan pernyataan Frans Magnis, karena dalam beberapa kesempatan memang menyampaikan hal seperti itu," ujar Muhyidin.
Sebenarnya, melihat tempat kelahiran Frans Magnis di Jerman, situasi politik dan komunitas agamanya tidak berbeda dengan di Indonesia.
Jadi, Frans Magnis jangan cepat-cepat mengambil keputusan dengan pernyataan yang sangat kasar itu. "Saya khawatir terjadi konflik horizontal di tengah-tengah masyarakat," papar Muhyidin.
Seharusnya di bulan suci Ramadhan ini, seluruh tokoh agama dan rohaniwan, termasuk Frans Magnis, saling menjaga suasana sejuk dan damai. "Frans Magnis hendaknya menahan diri, Jangan membuat pernyataan provokatif," ungkap Muhyidin.
"Apakah Frans Magnis hanya ingin melakukan 'test the water' seperti Wimar Witoelar yang mengunggah gambar berjudul 'Kelompok orang-orang jahat'?" Jelas Muhyidin.
Frans Magnis jangan menuduh dan menyimpulkan Amien Rais sebagai orang yang menghimpun Islam garis keras di kubu capres Prabowo.
Kalau pun masalahnya terkait HAM, bukankah Prabowo pernah menjadi cawapres Megawati lima tahun lalu? "Masyarakat sudah bisa menilai siapa yang benar dan siapa yang salah," lanjut Muhyidin.
Hendaknya Magnis Suseno menahan diri dan semakin mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta di bulan Ramadhan ini.
Romo Frans Magnis Suseno, yang tak lain adalah rohaniawan Katolik dan guru besar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, mengeluarkan surat terbuka.
Isi surat ini selain menuding adanya Islam garis keras yang mendukung Prabowo, Romo Magnis juga mengaitkan Amien Rais dengan sikap kelompok yang disebutnya sebagai Islam garis keras.
Berikut isi lengkap surat tebuka yang ditulis oleh Romo Magnis:
Saudara-saudari,
Pertama, saya mohon maaf kalau kiriman ini yang jelas berpihak, tidak berkenan, apalagi di masa puasa. Namun beberapa hari sebelum pilpres saya merasa terdorong sharing kekhawatiran saya.
Saya mau menjelaskan dengan terus terang mengapa saya tidak mungkin memberi suara saya kepada Bapak Prabowo Subiyanto. Masalah saya bukan dalam program Prabowo.
Saya tidak meragukan bahwa Pak Prabowo, sama seperti Pak Joko Widodo, mau menyelamatkan bangsa Indonesia. Saya tidak meragukan bahwa ia mau mendasarkan diri pada Pancasila. Saya tidak menuduh Beliau antipluralis. Saya tidak meragukan iktikat baik Prabowo sendiri.
Yang bikin saya khawatir adalah lingkungannya. Kok Prabowo sekarang sepertinya menjadi tumpuan pihak Islam garis keras. Seakan-akan apa yang sampai sekarang tidak berhasil mereka peroleh mereka harapkan bisa berhasil diperoleh andaikata saja Prabowo menjadi presiden?
Adalah Amien Rais yang membuat jelas yang dirasakan oleh garis keras itu: Ia secara eksplisit menempatkan kontes Prabowo – Jokowi dalam konteks perang Badar, yang tak lain adalah perang suci Nabi Muhammad melawan kafir dari Makkah yang menyerang ke Madinah mau menghancurkan umat Islam yang masih kecil! Itulah bukan slip of the tongue Amien Rais, memang itulah bagaimana mereka melihat pemilihan presiden mendatang.
Mereka melihat Prabowo sebagai panglima dalam perang melawan kafir. Entah Prabowo sendiri menghendakinya atau tidak. Dilaporkan ada masjid-masjid di mana dikhotbahkan bahwa coblos Jokowi adalah haram. Bukan hanya PKS dan PPP yang merangkul Prabowo, FPI saja merangkul.
Mengapa? Saya bertanya: Kalau Prabowo nanti menjadi presiden karena dukungan pihak-pihak garis keras itu: Bukankah akan tiba pay-back-time, bukankah akan tiba saatnya di mana ia harus bayar kembali hutang itu? Bukankah rangkulan itu berarti bahwa Prabowo sudah tersandera oleh kelompok-kelompok garis keras itu?
Lalu kalimat gawat dalam Manifesto Perjuangan Gerindra: “Negara dituntut untuk menjamin kemurnian ajaran agama yang diakui dari segala bentuk penistaan dan penyelewengan dari ajaran agama”. Kalimat itu jelas pertentangan dengan Pancasila karena membenarkan penindasan terhadap Achmadiyah, kaum Syia, Taman Eden dan kelompok-kelompok kepercayaan.
Sesudah diprotes Dr. Andreas Yewangoe, Ketua PGI, Pak Hashim, adik Prabowo, sowan pada Pak Yewangoe dan mengaku bahwa kalimat itu memang keliru, bahwa Prabowo 2009 sudah mengatakan harus diperbaiki dan sekarang sudah dihilangkan. Akan tetapi sampai tanggal 25 Juni lalu kalimat itu tetap ada di Manifesto itu di website resmi Gerindra. Bukankah itu berarti bahwa Hashim tidak punya pengaruh nyata atas Gerindra maupun Prabowo?
Terus terang, saya merasa ngeri kalau negara kita dikuasai oleh orang yang begitu semangat dirangkul dan diharapkan oleh, serta berhutang budi kepada, kelompok-kelompok ekstremis yang sekarang saja sudah semakin menakutkan.
Lagi pula, sekarang para mantan yang mau membuka aib Prabowo dikritik. Tetapi yang perlu dikritik adalah bahwa kok baru saja sekarang orang bicara. Bukankah kita berhak mengetahui latar belakang para calon pemimpin kita?
Prabowo sendiri tak pernah menyangkal bahwa penculikan dan penyiksaan sembilan aktivis yang kemudian muncul kembali, yang menjadi alasan ia diberhentikan dari militer, memang tanggungjawabnya. Prabowo itu melakukannya atas inisiatifnya sendiri.
Saya bertanya: Apa kita betul-betul mau menyerahkan negara ini ke tangan orang yang kalau ia menganggapnya perlu, tak ragu melanggar hak asasi orang-orang yang dianggapnya berbahaya? Apa jaminan bahwa Prabowo akan taat undang-undang dasar dan undang-undang kalau dulu ia merasa tak terikat oleh ketaatan di militer?
Aneh juga, Gerindra menganggap bicara tentang hak-hak asasi manusia sebagai barang usang. Padahal sesudah reformasi hak-hak asasi manusia justru diakarkan ke dalam undang-undang dasar kitab agar kita tidak kembali ke masa di mana orang dapat dibunuh begitu saja, ditangkap dan ditahan tanpa proses hukum.
Jakarta, 25 Juni 2014
Franz Magnis-Suseno SJ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar